NUANSA FIQIH SOSIAL & JINAYAH
Jani: Jinayah: perbuatan
dosa, criminal. Asal dari Jinayah yaitu jana جني Majna ‘alaih : korban pelaku pidana.
Jinayah adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik berakibat pada jiwa, harta, atau terhadap yang lain seperti kehormatan.
Fiqh Jinayah adalah pengetahuan tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan yang dilarang dan hukumannya. Selain membahas tentang berbagai macam tindak pidana, fiqh jinayah juga membahas hukuman-hukuman bagi masing-masing pelanggaran. Jadi, segala perbuatan yang melanggar aturan Islam (Al-Qur’an) akan dikenakan sanksi yang sudah ditetapkan baik dalam Al-Qur’an dan Hadits, maupun oleh ulil amri atau hakim sendiri.
Dikalangan fuqaha’ lazimnya menyamakan istilah Jinayah dengan Jarimah (delik) tanpa mengadakan perbedaan khusus lagi.
Jinayah adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik berakibat pada jiwa, harta, atau terhadap yang lain seperti kehormatan.
Fiqh Jinayah adalah pengetahuan tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan yang dilarang dan hukumannya. Selain membahas tentang berbagai macam tindak pidana, fiqh jinayah juga membahas hukuman-hukuman bagi masing-masing pelanggaran. Jadi, segala perbuatan yang melanggar aturan Islam (Al-Qur’an) akan dikenakan sanksi yang sudah ditetapkan baik dalam Al-Qur’an dan Hadits, maupun oleh ulil amri atau hakim sendiri.
Dikalangan fuqaha’ lazimnya menyamakan istilah Jinayah dengan Jarimah (delik) tanpa mengadakan perbedaan khusus lagi.
Mujrim
: Pelaku Majra ‘alaih : Korban Jarimah : perbuatan dosa, delik, dll
Jarimah adalah larangan syara’ yg diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir, atau qishas dan diyah.
Hukuman Had adalah suatu hukuman atau sanksi yang telah dipastikan ketentuannya dalam Nas
Ta’zir adalah hukuman yang tidak dipastikan ketentuannya dalam Nas.
Ta’zir adalah wewenang penguasa dalam menentukan berat ringannya hukuman, sesuai dengan kondisi dan situasi serta sesuai pula dengan peraturan peraturan yang ada.
Arti ta’zir memberi pengajaran.
Ta’zir ada 2 :
1. sesuatu yang dilarang dalam nas, tapi tidak ada sanksinya : riba, saksi palsu,.
2. sesuatu yang dilarang dalam nas, dan ada sanksinya
Jarimah adalah larangan syara’ yg diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir, atau qishas dan diyah.
Hukuman Had adalah suatu hukuman atau sanksi yang telah dipastikan ketentuannya dalam Nas
Ta’zir adalah hukuman yang tidak dipastikan ketentuannya dalam Nas.
Ta’zir adalah wewenang penguasa dalam menentukan berat ringannya hukuman, sesuai dengan kondisi dan situasi serta sesuai pula dengan peraturan peraturan yang ada.
Arti ta’zir memberi pengajaran.
Ta’zir ada 2 :
1. sesuatu yang dilarang dalam nas, tapi tidak ada sanksinya : riba, saksi palsu,.
2. sesuatu yang dilarang dalam nas, dan ada sanksinya
Syari’at Islam mengatur hubungan antara manusia dengan Allah yang di dalam fiqih sosial menjadi komponen ibadah, baik sosial maupun individual, muqayyadah (terikat oleh syarat dan rukun) mau pun muthlaqah (teknik operasionalnya tidak terilkat oleh syarat dan rukun tertentu). Ia juga mengatur hubungan antara sesama manusia dalarn bentuk mu’asyarah (pergaulan) mau pun mu’amalah (hubungan transaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup). Di samping itu ia juga mengatur hubungan dan tata cara berkeluarga, yang dirurnuskan dalam komponen rnunakahah. Untuk menata pergaulan yang menjamin ketenteraman dan keadilan, ia juga punya aturan yang dijabarkan dalam komponen jinayah, jihad, dan qadla’.
Beberapa
komponen fiqih di atas merupakan teknis operasional dari lima tujuan prinsip
dalam syari’at Islam (maqashid al-syari’ah), yaitu memelihara -dalam arti luas-
agama, akal, jiwa, nasab (keturunan) dan harta benda. Komponen-kornponen itu secara
bulat dan terpadu menata bidang-bidang pokok dari kehidupan manusia dalam
rangka berikhtiar melaksanakan taklifat untuk mencapai kesejahteraan duniawi
dan ukhrawi atau sa’adatud darain sebagai tujuan hidupnya.
SATU di
antara masalah manusia adalah masalah kependudukan. Hampir semua aspek dan
faktor kehidupan berkaitan erat dan saling mempengaruhi dengan masalah ini.
Masalah kependudukan seperti tingginya laju perkembangan penduduk,
persebarannya yang tidak merata dan struktur umur penduduk yang relatif muda,
semua berkaitan erat dengan aspek-aspek kependudukan yang cenderung menimbulkan
kerawanan sosial serta ketimpangan pada sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi,
ketenagakerjaan, keamanan dan keagamaan. Bahkan dari rnasalah kependudukan ini
kita bisa menelusuri munculnya kerniskinan struktural, krisis lingkungan dan
lain-lain.
Kuantitas
penduduk yang tidak terkendalikan, tidak diimbangi dengan peningkatan sumber
daya alam, kemarnpuan dan keterampilan ikhtiar yang memadai, akan mengakibatkan
mafsadah umum dari dimensi duniawiah mau pun ukhrawiah, dengan timbulnya
perubahan nilai-nilai Islam.
MENGATASI
masalah kependudukan yang kompleks, yang merupakan masalah kehidupan yang
penting dalam pandangan syari’at Islam, berarti memenuhi tanggung jawab kaum muslimin
yang konsekwen atas kewajiban mewujudkan kemaslahatan umum (al-mashalih
al-’ammah) sebagaimana dijabarkan dalam fiqih sosial. Hal ini tercermin
misalnya dalam bab-bab zakat, fai’, amwal dlai’ah dan lain-lain.
Dalam
hal ini, kemaslahatan umum -kurang lebih- adalah kebutahan nyata masyarakat
dalam suatu kawasan tertentu untuk menunjang kesejahteraan lahiriahnya. Baik
kebutuhan itu berdimensi dlaruriyah atau kebutuhan dasar (basic need) yang
menjadi sarana pokok untuk mencapai keselamatan agama, akal pikiran, jiwa raga,
nasab (keturunan) dan harta benda, rnau pun kebutahan hajiyah (sekunder) dan
kebutahan yang berdimensi tahsiniyah atau pelengkap (suplementer).
Dalam
ikhtiar mengatasi masalah kependudukan yang erat hubungannya dan mempunyai
implikasi dengan kesejahteraan masyarakat yang menjadi sasaran syari’at Islam,
memang tidak boleh menimbulkan akibat pada hilangnya nilai tawakal dan nilai
imani. Bahkan dengan mengaplikasikan syari’at Islam secara aktual dalam konteks
upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dengan mengatasi masalah-masalah
kependudukan, dapat kiranya lebih dikembangkan nilai tawakal dan nilai imani.
Pada gilirannya, keseimbangan antara aqidah dan syari’at dapat disadari oleh
masyarakat dalam bentuk sikap dan tingkah laku yang rasional dan
bertanggungjawab terhadap eratnya hubungan antara keluarga maslahah dengan
aspek aspek kehidupan yang meliputi bidang-bidang agama, sosial, ekonomi,
pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban dalam rangka mencapai
kesejahteraan lahir dan batin.