Mendalami Makna Syahadat (fiqh asy-syahadah)
Dari Sisi Sosial
Dari Sisi Sosial
Syahadat
adalah landasan ke-Islam-an seseorang. Ibarat
sebuah bangunan rumah, syahadat adalah pondasi. Rumah yang tidak
memiliki pondasi yang kuat, sekalipun genting-gentingnya bagus, maka rumah itu
akan mudah roboh oleh teriknya panas, guyuran air hujan dan terpaan badai.
Sesungguhnya selemah-lemah rumah adalah sarang laba-laba. Syahadat laksana
hishnun matin (benteng yang kokoh) atau al-‘urwah al-wutsqa (tali yang kuat).
Orang
yang bersyahadat dengan benar dan menghayati segala konsekuensi yang terkandung
di dalam kalimat pendek itu (kalimah thayyibah), ia akan teguh dalam menghadapi
fluktuasi kehidupan.
Salah satu urgensi syahadat yaitu (أَسَاسُ اْلإِنْقِلاَبِ). Syahadat merupakan dasar perubahan total, baik pribadi maupun masyarakat. Karena syahadat dapat merubah kondisi suatu masyarakat, bangsa dan negara secara menyeluruh, dengan sentuhan yang sangat dalam yaitu dari dalam tiap diri insan. Karena jika seseorang dapat berubah, maka ia akan menjadi perubah yang akan merubah masyarakatnya. Allah berfirman dalam (QS. 13 : 11) :
Salah satu urgensi syahadat yaitu (أَسَاسُ اْلإِنْقِلاَبِ). Syahadat merupakan dasar perubahan total, baik pribadi maupun masyarakat. Karena syahadat dapat merubah kondisi suatu masyarakat, bangsa dan negara secara menyeluruh, dengan sentuhan yang sangat dalam yaitu dari dalam tiap diri insan. Karena jika seseorang dapat berubah, maka ia akan menjadi perubah yang akan merubah masyarakatnya. Allah berfirman dalam (QS. 13 : 11) :
إِنَّ
اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِم
“Sesungguhnya
Allah tidak akan merubah kondisi suatu kaum, hingga mereka mau merubah diri
mereka sendiri.”
Diatas pondasi yang kuat ini akan
tegak pula sistem kehidupan Islami. Sistem ekonomi, sosial, politik,
pendidikan, militer dan juga sistem akhlak. Kehidupan yang tidak berlandaskan
akidah ibarat membangun istana pasir. Membangun di atas permukaan balon.
Jika kembali pada surat al-‘Alaq,
maka syahadat adalah sebuah keputusan final. Keputusan ini bukan diperoleh
karena tekanan eksternal dirinya, tetapi lahir dari motivasi dirinya sendiri
(motivati intristik), lewat iqra’. Iqra’ adalah melihat, menimbang, menerawang,
berfikir (ijtihad), merenung, melatih diri dengan latihan ruhani (mujahadah),
dan mengorbankan apa yang dimilikinya untuk pencarian itu (jihad), membanding
(muqaranah), mengukur, tentang diri, Rabb, dan alam raya. Akhirnya sampailah di
ujung perjalanan. Itulah dia, syahadat kebenaran. Itulah keyakinan secara total
(al-yaqinu kulluhu). Itulah gelora keimanan.
Tidak mengherankan jika aspek
terpenting dalam kehidupan, pendidikan misalnya, tanpa landasan kebenaran
terasa hampa. Dalam kehidupan yang lebih luas menjadi kering. Masyarkat sipil
berwatak militer, manusia modern berkarakter primitif. Manusia yang secara
fisik sehat, tetapi batinnya kesakitan. Hidup dalam kesepian di tengah
keramaian.
Mentransformasikan kebenaran iman
merupakan langkah mendasar untuk menyelamatkan kehidupan. Iman adalah bekal
untuk menggapai keridhaan dan pengakuan Allah. Iman adalah jembatan menuju
akhirat. Kita tidak akan mampu menuju surga yang dipenuhi oleh hal-hal yang
dibenci (huffat bil makarih) tanpa iman. Sebagaimana kita takkan berdaya
menghindarkan diri dari api neraka yang diselimuti dengan sesuatu yang
menggiurkan tanpa kekuatan iman.
Hanya iman yang bisa melahirkan
perikemanusiaan manusia. Imanlah yang memfungsikan tujuan dihadirkannya manusia
di dunia, yaitu menyembah Allah dan membuatnya mencintai ibadah, hingga
mengabdi menjadi sesuatu yang menyenangkan. Iman yang mengantarkan kita untuk
mendekati Allah dengan melaksanakan kewajiban dan sunnah. Bertolak dari sini
akan menimbulkan cinta timbal balik antara makhluk dan al-Khaliq. Allah menjadi
pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang
dengannya ia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia memukul. Jika ia
memanggil-Nya dengan seruan, Dia menyambutnya, dan jika ia meminta-Nya, Dia
mengabulkannya.
Iman adalah bekal untuk menggapai
kebahagiaan di dunia. Iman yang bisa menemani harta, tahta, wanita, segala
aspek kehidupan menjadi bermakna. Dunia tanpa disinari oleh cahaya iman akan
membuat pemburunya kecewa. Betapa banyak sesuatu yang pesonanya menggiurkan,
lalu mereka membanting tulang untuk meraihnya dengan suatu harapan bahwa disana
terdapat kebahagiaan yang diidamkannya, namun setelah ditemuinya hanya berupa
fatamorgana. Dikira air oleh orang yang kering kerongkongannya, karena
kehausan, tetapi ia tidak menemukan apa-apa. Yang diburu hanyalah bayangan semu
(QS an-Nuur : 39)
0 komentar:
Posting Komentar