Jumat, 27 April 2012


NUANSA FIQIH SOSIAL & JINAYAH

            Jani: Jinayah: perbuatan dosa, criminal. Asal dari Jinayah yaitu jana جني   Majna ‘alaih : korban pelaku pidana.
             Jinayah adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik berakibat pada jiwa, harta, atau terhadap yang lain seperti kehormatan.
            Fiqh Jinayah adalah pengetahuan tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan yang dilarang dan hukumannya. Selain membahas tentang berbagai macam tindak pidana, fiqh jinayah juga membahas hukuman-hukuman bagi masing-masing pelanggaran. Jadi, segala perbuatan yang melanggar aturan Islam (Al-Qur’an) akan dikenakan sanksi yang sudah ditetapkan baik dalam Al-Qur’an dan Hadits, maupun oleh ulil amri atau hakim sendiri.
            Dikalangan fuqaha’ lazimnya menyamakan istilah Jinayah dengan Jarimah (delik) tanpa mengadakan perbedaan khusus lagi.
            Mujrim : Pelaku Majra ‘alaih : Korban Jarimah : perbuatan dosa, delik, dll
             Jarimah adalah larangan syara’ yg diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir, atau qishas dan diyah.
            Hukuman Had adalah suatu hukuman atau sanksi yang telah dipastikan ketentuannya dalam Nas
 Ta’zir adalah hukuman yang tidak dipastikan ketentuannya dalam Nas.
 Ta’zir adalah wewenang penguasa dalam menentukan berat ringannya hukuman, sesuai dengan kondisi dan situasi serta sesuai pula dengan peraturan peraturan yang ada.
            Arti ta’zir memberi pengajaran.
Ta’zir ada 2 :
1. sesuatu yang dilarang dalam nas, tapi tidak ada sanksinya : riba, saksi palsu,.
2. sesuatu yang dilarang dalam nas, dan ada sanksinya

            Syari’at Islam mengatur hubungan antara manusia dengan Allah yang di dalam fiqih sosial menjadi komponen ibadah, baik sosial maupun individual, muqayyadah (terikat oleh syarat dan rukun) mau pun muthlaqah (teknik operasionalnya tidak terilkat oleh syarat dan rukun tertentu). Ia juga mengatur hubungan antara sesama manusia dalarn bentuk mu’asyarah (pergaulan) mau pun mu’amalah (hubungan transaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup). Di samping itu ia juga mengatur hubungan dan tata cara berkeluarga, yang dirurnuskan dalam komponen rnunakahah. Untuk menata pergaulan yang menjamin ketenteraman dan keadilan, ia juga punya aturan yang dijabarkan dalam komponen jinayah, jihad, dan qadla’.
            Beberapa komponen fiqih di atas merupakan teknis operasional dari lima tujuan prinsip dalam syari’at Islam (maqashid al-syari’ah), yaitu memelihara -dalam arti luas- agama, akal, jiwa, nasab (keturunan) dan harta benda. Komponen-kornponen itu secara bulat dan terpadu menata bidang-bidang pokok dari kehidupan manusia dalam rangka berikhtiar melaksanakan taklifat untuk mencapai kesejahteraan duniawi dan ukhrawi atau sa’adatud darain sebagai tujuan hidupnya.
            SATU di antara masalah manusia adalah masalah kependudukan. Hampir semua aspek dan faktor kehidupan berkaitan erat dan saling mempengaruhi dengan masalah ini. Masalah kependudukan seperti tingginya laju perkembangan penduduk, persebarannya yang tidak merata dan struktur umur penduduk yang relatif muda, semua berkaitan erat dengan aspek-aspek kependudukan yang cenderung menimbulkan kerawanan sosial serta ketimpangan pada sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, ketenagakerjaan, keamanan dan keagamaan. Bahkan dari rnasalah kependudukan ini kita bisa menelusuri munculnya kerniskinan struktural, krisis lingkungan dan lain-lain.
            Kuantitas penduduk yang tidak terkendalikan, tidak diimbangi dengan peningkatan sumber daya alam, kemarnpuan dan keterampilan ikhtiar yang memadai, akan mengakibatkan mafsadah umum dari dimensi duniawiah mau pun ukhrawiah, dengan timbulnya perubahan nilai-nilai Islam.
            MENGATASI masalah kependudukan yang kompleks, yang merupakan masalah kehidupan yang penting dalam pandangan syari’at Islam, berarti memenuhi tanggung jawab kaum muslimin yang konsekwen atas kewajiban mewujudkan kemaslahatan umum (al-mashalih al-’ammah) sebagaimana dijabarkan dalam fiqih sosial. Hal ini tercermin misalnya dalam bab-bab zakat, fai’, amwal dlai’ah dan lain-lain.
            Dalam hal ini, kemaslahatan umum -kurang lebih- adalah kebutahan nyata masyarakat dalam suatu kawasan tertentu untuk menunjang kesejahteraan lahiriahnya. Baik kebutuhan itu berdimensi dlaruriyah atau kebutuhan dasar (basic need) yang menjadi sarana pokok untuk mencapai keselamatan agama, akal pikiran, jiwa raga, nasab (keturunan) dan harta benda, rnau pun kebutahan hajiyah (sekunder) dan kebutahan yang berdimensi tahsiniyah atau pelengkap (suplementer).
            Dalam ikhtiar mengatasi masalah kependudukan yang erat hubungannya dan mempunyai implikasi dengan kesejahteraan masyarakat yang menjadi sasaran syari’at Islam, memang tidak boleh menimbulkan akibat pada hilangnya nilai tawakal dan nilai imani. Bahkan dengan mengaplikasikan syari’at Islam secara aktual dalam konteks upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dengan mengatasi masalah-masalah kependudukan, dapat kiranya lebih dikembangkan nilai tawakal dan nilai imani. Pada gilirannya, keseimbangan antara aqidah dan syari’at dapat disadari oleh masyarakat dalam bentuk sikap dan tingkah laku yang rasional dan bertanggungjawab terhadap eratnya hubungan antara keluarga maslahah dengan aspek aspek kehidupan yang meliputi bidang-bidang agama, sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban dalam rangka mencapai kesejahteraan lahir dan batin.


0 komentar:

Posting Komentar