Rabu, 02 Mei 2012

Implikasi Nilai kehidupan Dalam Dzikir Tauhid


Implikasi Nilai kehidupan Dalam Dzikir Tauhid

Dzikir dilandasi dengan khusyuk. Khusyuk merupakan “keyakinan bisa ketemu Allah ketika kita kembali pada-Nya”. Dzikir terbagi kepada dzikir dasar dan dzikir tauhid, dimana dzikir dasar merupakan “sebuah upaya untuk membangun kesadaran agar bisa bertemu Allah didalam dzikir dan shalat dengan terminifestasikan dari kehusyukan”. Dzikir yang dilakukan yaitu dzikir ketika sesudah shalat dengan membaca subhanallah, alhamdulilah, dan allahu akbar yang masing-masing dibaca 33 kali.
Adapun dzikir tauhid yaitu upaya berdzikir di sepanjang waktu yang kita miliki, sehingga tidak ada batas pemisahan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Dengan dzikir tauhid kita dapat melakukan urusan dunia sekaligus mendapat pahala untuk tabungan kita di akhirat. Tidak ada pemisahan karena keduanya adalah karunia Allah.
Kebahagiaan dunia kita nikmati, kebahagiaan akhirat kita raih. Karena sekarang ini adalah kehidupan dunia, maka kehidupan dunia ini sebagai sarana untuk mencapai urusan akhirat.
Seperti firman Allah dalam al-quran surat al-qasas ayat 77 yang berbunyi :
“ Dan carilah apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik padamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi”.
Inti dari akidah tauhid yaitu “niat” di setiap kegiatan yang kita lakukan, dengan pondasi niat “lialhi taala” (semuanya untuk mendapat ridho Allah SWT).
Contoh kegiatan yang berlandaskan dzikir tauhid :
1. Seorang muslim harus berusaha menjadi kaya, supaya bisa menunaikan rukun iman yang ke lima, dan agar bisa menolong orang miskin,
2. Seorang muslim harus pandai dan berilmu, supaya dapat membangun pusat-pusat penelitian yang mengantarkan kita memahami ayat-ayat Allah yang ada di alam semesta dan disekitar lingkungan yang akan menambah kedekatan kita kepada Allah.
3. Seorang muslim harus berusaha menjadi seorang pemimpin, supaya dunia ini hidup damai sejahtera yang dirahmati dan diridhoi oleh Allah.
Prinsip dasarnya adalah kembali kepada “mengingat” Allah, berdzikir kepada Allah, dan mengorientasikan segala aktifitas hanya kepada Allah. Berdzikir hanya untuk meng-ESA-kan Allah, dan men-TAUHID-kan Sang Maha Perkasa dalam segala aktifitas kita.
“(yaitu) orang-orang yang berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (sampai berkesimpulan) “ya tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia. (subhanaka) Maha Suci Engkau, maka periharalah kami dari siksa neraka”.
(Q.S ali-imran : 191)
Inti kepahaman dari praktek dzikir tauhid yaitu dari mulai bangun tidur sampai tidur kembali kita berdzikir kepada Allah, beristigfar (memohon ampunan), bertasbih kepada Allah, bersyukur atas segala kenikmatan, bertakbir mengagungkan nama Allah, dan melenyapkan Ego dalam diri kita bahwasanya kita hanya manusia kecil dan hina di hadapan Allah SWT.
“Dan berdzikirlah kepada tuhanmu dalam hatimu dengan merandahakan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang hari, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”.
(Q.S Al-a’raf : 205)

Tahapan mengoptimalkan dzikir tauhid :
1. Merasakan keberadaan diri kita dan alam semesta, karena dengan menyadari keberadaan itulah kita akan mengenal dan merasakan kehadiaran sang pencipta.
2. Meniadakan diri, karena segala yang ada di dunia ini hanyalah sementara. Yang abadi hanyalah Allah.
3. Menyatukan diri dengan alam, dan merasakan keselarasan sunnatullah. Karena pada saat itulah kita bisa merasakan kehadiran Allah dalam kesadaran kita.
4. Melebur dalam realitas, melatih kepahaman dan rasa bahwa segala realitas adalah Allah. Allah hadir dalam pendengaran kita, penglihatan kita, dalam ucapan kita, di denyut jantung kita, nafas pencernaan, metebolisme, dan seluruh aktifitas kehidupan kita.
kegi� � i 诃 s} dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi ke­budayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau keman­faatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan
afaa p t 诃 s} sistematis dibagi menjadi enam cabang kelompok, yaitu epistemology (teori pengetahuan), metafisika (teori mengenai apa yang ada), metodologi (studi tentang metode), logika (teori tentang penyimpulan), etika (ajaran moralitas), dan estetika (teori keindahan).

0 komentar:

Posting Komentar