Rabu, 02 Mei 2012

Menghabiskan Waktu di Pangalengan


 Menghabiskan Waktu di Pangalengan
Oleh: Ifan Gunawan

Hari Senin pagi bagi sebagian orang merupakan hari yang menyibukan, terutama bagi orang-orang yang bekerja di sektor formal seperti pegawai negeri, pekerja kantoran, pegawai bank dan sebagainya. Begitu juga dengan para pelajar, mulai dari siswa Paud sampai Mahasiswa PT, semua aktivitas baru mereka dimulai pada hari Senin. Akibatnya bisa dibayangkan, jalanan yang penuh sesak dengan kendaraan yang beradu cepat dengan waktu, mengejar upacara bendera yang menanti. Berbeda dengan “The Riweuh Genk” filariasis project, anak-anak genk ini menyambut senin pagi kali ini (30/04) dengan hati di sesaki rasa gembira couse mereka bakalan tour ke Pangalengan, daerah Bandung selatan. Setiap hari senin, selama hampir 2 bulan biasanya mereka menerapi para penderita kaki gajah (filariasis),  Senin kali ini mereka gantian menerapi jiwa-jiwa mereka sendiri yang telah lelah dengan kepenatan aktivitas yang menguras tenaga dan fikiran.


OK!. Bagi yang belom kenal anggota “Teh Riweuh Genk” pada kesempatan yang berbahagia ini, gwe bakalan ngasih tau loe-loe semua. Ini die anggotanye jreng!!...jreng!!!..jreng!!!...jreng!!!: Fitiriani“upit” Nur Hidayah (sekre genk) biasanya dia gimana gitoohhh???, Hana Haniefa “teteh” Fauziah aseli from Bojong Soban City nun jauh di pelosok Tasikmalaya sana, Kirani “cikajangers” Anjasmara yang terobsesi bgt bwt ngemulusin jalan2 di Cikajang, Kurnia “mamah/uniee’” Erliani Ibu-Bapak aseli Padang lahir di Cianjur besar di Cianjur juga mesantren di Sumedang tinggal di Padalarang (tapi teu bisaeun basa Padang cuy!!), Lieztya “tullungg!!!” Fitriani orisinil dari Paku Haji suka ngeceng sama sapi biar di kasih susunya, dan sekarang giliran cowok-cowok super ganteng yaitu kita sambut ini dia Ifan “sullivan” Gunawan orang Panjalu lama di Bandung sekarang jadi anak buah pak Haji, kemudian tidak kalah dahsyatnya Lubi “luar biasa” Nurzaman aseli dari Baregbeg (Barcelona maybe) terapis pak Maman yang nyentrik itu. Genk ini bisa terbentuk atas jasa dr. Ambar Sulianti, M.Kes. selaku pimpinan filariasis project yang biasanya para pasien panggil bu dokter dan tidak lupa kepada sang driver sejati pak “Delfi” yang klw malem berubah jadi “Neng Delfi” boo!!! (sorry bcanda).

Cap cus yuk!!!. Yuk!!!

Sudahlah kita lupakan saja peristiwa termos air panas yang susah dapetinnya. Secara resmi run down acara di awali dengan janjian ketemuan jam 06.30 WIB di /4-an Buah Batu. Akan tetapi, berhubung ini hari senin Chibi-chibi (Upit, Igun, Lubi) akhirnya dateng paling telat, sekitar pukul 07.00 WIB, ke buah batu. Kirani udah sms2 & nelpon2 nanya2 posisi. “Muke gile!! busnya penuh banget. Nyampe ane susah keluar. Eh…yang paling gookil tuh si Upit ketinggalan di bus & akhirnya dengan membuang rasa malu di dada gwe ma Ifan teriak-teriak sambil lari manggil Upit. Upit!!!...Upit!!!…Upit!!!. setelah si Upit turun dari bis  aduh…gwe kebelet bgt pingin BAK. Akhirnya ane manuver aja ke wc Pertamina”, ujar Lubi dengan ekspresi wajah OvJ (ya e’!)*.
Kembali ke riweuh group (sengaja diganti biar keliatan terhormat di masyarakat). Jiwa2 narsisist yang dimotori oelh Ifan bangkit ketika melihat kamera digital, langsung aja tanpa di komando mereka foto-foto bak foto model di+ yang motonya udh kyk fotografer sungguhan, makin edun aja nie mereka.
Let’s go to Buah Batu high way gate!!!. Kita janjian dengan si Ibu di gerbang tol Buah Batu. Naek angkot lagi euy!. Tepat pukul 08.30 Terios hitam legam menghapiri wajah2 sumringah yang sejak tadi menunggu, ini dia yang ditunggu-tunggu, Bu Ambar jemput kita.

Sepanjang perjalanan menuju pangalengan mendadak mobil seperti menjadi panggung pertujukan artis2 papan atas, becanda, foto2, tertawa terbahak2, termanyun2, ter-Subhanallah2…sungguh kompleks seperti perum Pinus Regency. Sepanjang perjalanan menuju Pangalengan kita melihat pasar, macet, mobil colt pake tutup (angkutan pedesaan) yang sebenarnya sudah layak dibesi tuakan. Jalan menuju Pangalengan yang menanjak dan berkelok-kelok menjadi serasa sedang mendaki gunung (emang bener). “Naik2 ke puncak gunung tinggi sekali….”, spontan anak2 menyanyikan lagu naik2 kepuncak gunung. Nostalgia masa kecil. Ifan, sepanjang perjalanan dengan omongan genitnya terus menghayal. ”Mah!! nanti kita bangun rumah ya di sana, kayaknya enak deh”, kata Ifan. “Iya bener, ntar kamu yg mati duluan”, jawab Nia. Hahhahahhahahahha….!!! Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang.

Memasuki daerah Pangalengan kita disuguhi panorama alam yang begitu indah, areal pertanian yang dipenuhi sayur-mayur, petani yang berkativitas di ladang, kabut yang mulai menipis karena terpaan sang mentari. Setelah cukup lama disuguhi pemandangan lahan pertanian akhirnya rombongan sampai ke perkebunan teh, tepatnya perkebunan milik PTPN VIII daerah Malabar. Dengan antusias seluruh anggota rombongan yang berjumalah 9 orang turun dari mobil, mereka berfoto bersama, single, double, triple, qudraple etc. dengan gaya masing2 yang gookil2. “Indah banget”, ungkap Kurnia. Mulailah memasuki areal perkebunan teh yang sangat luas, sejauh mata memandang yang terlihat hanya hamparan kebun teh yang hijau seperti permadani terhampar. Sayangnya jalan yang dilalui bisa dibilang rusak parah, goyang kiri goyang kanan, loncat ke atas dikit sampai ke jedot atap mobil. Ketika melihat tempat yang cocok untuk berfoto, rombongan lansung berhenti. Kejadian yang paling lucu adalah ketika berfoto di atas batu besar, waktu itu seluruh anggota rombongan berteriak antusias karena melihat pemandangan. Akan tetapi, ada penduduk lokal yang memarahi. “Woy…ulah gogorowokan!!!!”. Akhirnya rombongan lari tunggang langgang menuju ke mobil, setelah itu si penduduk lokal memperigatkan, “Kade ulah caliwera, bisi aya nanaon”. Maklum di daerah seperti ini mitos2 tentang makhluk2 halus masih kuat. Salahsatu hal yang sangat sulit dilupakan adalah keramahan penduduk disana, mereka selalu tersenyum dan melambaikan tangan ketika ada orang asing lewat.

Ketika melewati pabrik pengolahan teh milik PT. London Sumatra Indonesia, rombongan bertemu dengan fanbike mahasiswa Fakultas Olah Raga UPI, kebetulan dulu mahasiswa2 itu pernah di ajar oleh bu Ambar. Lalu rombongan turun dari mobil untuk sekedar bertegur sapa & foto bareng. Rombongan diberi kenang2an berupa stiker. 

Hujan rintik-rintik mulai turun, menjadikan jalanan rusak seperti kubangan kerbau. Sekitar pukul 11.30 WIB rombongan sampai di hulu sungai Citarum atau lebih dikenal dengan nama situ Cisanti, terletak persis di kaki gunung Wayang. Rencananya rombongan akan langsung menuju mata air sungai Citarum akan tetapi baru mencapai DAM ternyata hujan turun begitu deras sehingga rombongan memutuskan untuk kembali ke base camp. Emang dasar sifat anak muda hujan bukan berteduh malah terus foto2. Sambil menunggu hujan reda rombongan makan siang dengan segelas pop mie. Ada kejadian lucu yang terjadi ketika si Lubi akan mendudukui tumpukan tikar, gak taunya di dalam tikar itu ada orang lagi tidur, ke injek deh. “Astagfirullahaladzim, punten kang teu ka haja”, berapologi.

Setelah makan siang dan shalat duhur ternyata hujan reda. “Makanya harus shalat dulu. Tu kan hujannya reda”, ucap bu Ambar. Dengan antusias anak-anak menuju mata air kecuali pak Delfi. Dia sibuk ngedeketin si bapak tukang warung (kayaknya mau nanyain punya anak pera1 gk?). Infrastruktur jalan yang jelek menuju mata air, hanya berlapiskan rumput di selingi kubangan kecil menjadikan pejalan kaki memilih berjalan di tembok median selokan. Akhirnya sampai juga di mata air. Di pintu masuk ke mata air terlihat ada seorang penjaga, mungkin lebih tepatnya kuncen tempat ini karena di areal mata air terdapat kuburan keramat mantan pejabat kerajaan Padjajaran tempoe doeloe yang sering di kunjungi orang-orang untuk berziarah. Di dekat makam itu terdapat mata air, lebih tepatnya 2 buah lubang yang memancarkan air. “Wuih jernih banget airnya”, kata Listia. “Pingin nyebur nih”, kata Kiran (hoax). Menurut sang penjaga, ini merupakan salahsatu bentuk kekuasaan Allah karena tidak ada ikan yang berani masuk ke mata air. “Tingali eta kai anu ngangkang tapi teu ti teuleum padahal teu aya cuakna”, terang si penjaga. Setelah puas melihat mata air rombongan memutuskan untuk melanjutakan perjalanan.
Sayonara Cisanti!!!

Rencananya selepas dari situ Cisanti rombongan akan melanjutkan perjalanan ke pemandian air panas. Akan tetapi melihat medan yang berat dan kondisi alam yang tidak mendukung akhirnya rombongan memutuskan untuk langsung pulang saja ke Bandung lewat jalur Ciparay. Memang sih sedikit kecewa tapi gak papalah. “Hanas urang ges mawa kolor heg teh teu jadi”, gerutu Ifan. Sepanjang perjalanan pulang kali ini kita disuguhi pemandangan alam yang begitu indah, petani yang sedang mengangkut sayuran, joget nyuci wortel (mau nyaingin trio macan dia), dll. Dalam perjalanan rombongan menyempatkan diri untuk membeli oleh-oleh khas pangalengan yaitu permen susu dan kerupuk susu. “Teu boga duit euy, kamari kakara meuli buku, isukan urg nyieun pabriknalah”, ucap Lubi.

Min haisu la yah tasib. Ketika melewati daerah pacet semua mata tertuju ke arah kanan jalan ternyata eh...ternyata. Ada apakah gerangan?, kolam renang bro!. Hore!!!! Akhirnya kita jadi renang. Dengan semangat 45 rombongan menuju kolam renang. Beberapa anggota pada awalnya bimbang masuk air. Akan tetapi setelah melihat salah seorang anggota loncat ke air dan kesana kemari berputar2 seperti ikan gabus, akhirnya ikut renang juga deh. Kecuali Fitri & bu Ambar mereka tidak ikut karena beberapa alasan logis. Walaupun air begitu dingin dan suhu udara juga dingin akan tetapi itu tidak menjadi halangan untuk mengeksplorasi setiap inci dari kolam renang. Sorodottttttttttttttttttt!!!!!!!!!!!......jbur!!!!!!, silahkan bayangkan sendiri kejadian apa itu.
Tingkah polah childish dikeluarkan mulai dari berteriak-teriak, omongan-omongan manja dan candaan-candaan gokil. Dan yang cukup fenomenal adalah adanya imitasi trio macam mengaum di bawah pancuran. Aum!!!!!!!!

Setelah berenang selama hamper 2 jam dan badan udah pada kedinginan rombongan siap melanjutkan perjalanan pulang. Dalam perjalanan menuruni bukit, kabut mulai turun memperpendek jarak pandang, yang terlihat di sekeliling hanyalah kabut putih. Anak-anak begitu kelelahan tapi emang gak ada matinya nie orang2, udah cape begini masih aja bisa ketawa-ketiwi. “Ha…ha…si mamah tepar”, duka saha eta nu ngomong. Yang paling keliatan low bet banget emang Nia terapis bu Nia.

Capeeeeee……!!!!!!!. Jam menunjukan pukul 19.30 WIB itu artinya mobil telah sampai di Borma Kircon. Dengan tubuh lemah, letih, lesu, lunglai dan pegal-pegal anak-anak berjalan menyusuri trotoar menuju kosannya masing2 kecuali chibi-chibi, mereka harus naik angkot lagi. Selamat istirahat semuanya semoga semua kejadian hari ini ada hikamahya.

Begitulah sepenggal cerita oleh-oleh dari Pangalengan. Masih banyak kejadian yang tidak bisa di ungkapkan dalam tulisan ini dan akan menjadi memory abadi di benak masing-masing pelaku cerita. Mohon maaf apabila ada konten yang sekiranya menurut anda tidak perlu dimuat itu murni kesalahan anda yang tidak memberikan masukan kepada penulis. Silahkan berikan masukan anda lewat komentar di bawah ini.
Keep spirit!!!!

Sebagian fofo-foto:


4 komentar:

Posting Komentar